Ada Kuliner Cita Rasa Manado di Surabaya, Mampir ke Pasar Tunjungan
Terletak di lantai dua Pasar Tunjungan, Surabaya, berdiri sebuah warung sederhana yang tidak hanya menjual makanan, tetapi juga membawa pengunjung pada suasana berbeda.
Namanya Warung Bagejo, sebuah ruang kuliner yang sejak 14 September 2024 lalu jadi tempat bertemunya aroma masakan Manado, musik lawas, hingga suasana akrab ala warung kampung.
Pemiliknya, Faldi Posumah, mempunyai alasan tersendiri memilih nama “Bagejo”. Bage itu artinya berbagi sedangkan Jo itu saja.
“Jadi maknanya berbagi berkat lewat makanan dan minuman, baik dari kami ke pelanggan maupun sebaliknya,
Setiap sajian di Warung Bagejo adalah cerita pulang kampung. Ia menghadirkan menu khas Manado dengan sentuhan berbeda mulai dari pisang goreng sambal roa, tahu isi tuna dengan cocolan sambal yang khas, bubur Manado, hingga ayam bumbu RW.
Ada pula nasi goreng pandan yang unik karena tidak menggunakan bawang putih, serta mie sambal roa yang jadi favorit.
“Awalnya mau jual ayam rica-rica, tapi di Surabaya sudah banyak. Jadi saya pilih menu lain yang tetap bisa bawa cita rasa Manado,” ujar pria yang biasa disapa Faldi.
Tidak ketinggalan deretan minuman yang punya nama unik sekaligus mengundang penasaran. Ada kopi susu asoy, kopi susu dugem yang jadi best seller, es gerimis disko (campuran susu, soda, lemon), hingga Chrisye, racikan kopi, soda, dan lemon yang segar sekaligus nostalgis.
Yang membuat Warung Bagejo berbeda adalah ruangnya yang multifungsi. Selain tempat makan, ada record store kecil berisi kaset pita, CD, dan piringan hitam yang sudah terkurasi.
Faldi bahkan menambahkan ampli dan speaker jadul untuk memutar musik analog, sesekali ia sendiri turun tangan sebagai DJ dengan koleksi kaset lawasnya.
Di sela-sela rutinitas warung, Bagejo juga kerap menggelar mini pameran seni. Seniman muda Surabaya bisa memajang karya mereka di sini, dari lukisan hingga pop art, dengan harapan membuka jaringan baru.
“Daripada mereka ngevandal di tempat umum, bisa berpameran di sini. Siapa tahu dari sini mereka dapat koneksi,” imbuhnya.
Ruang Nongkrong yang Ramah Semua
Meski sering disebut “warung skena,” Bagejo tidak eksklusif untuk anak muda saja. Banyak keluarga datang dan ikut berbaur, bahkan ada yang rutin mampir tiap minggu. Turis asing pun mulai penasaran, terutama setelah mendengar soal “warung disko” yang jadi identitas baru tempat ini.
“Campur sih, ada keluarga juga, mereka bisa menikmati malah berbaur. Yang datang sore sampai malam biasanya paling ramai,” kata Faldi Posumah.
Seperti diketahui perjalanannya merintis Warung Bagejo bukan hal mudah. Sebelum ia memiliki warung yang pernah membuka tiga cabang katering yang akhirnya harus tutup saat pandemi Covid 19.
Ia juga sempat berjualan di car free day dengan gerobak. Kini, ia bisa tersenyum melihat Warung Bagejo tumbuh sebagai ruang makan sekaligus ruang berbagi.
“Kami belum seperti Raffi Ahmad. Jadi apa yang kami serving, baik makanan atau minuman, cukup didoakan saja yang baik-baik. Semoga yang datang ke sini bisa pulang dengan rasa syukur,” pungkasnya.
Dengan harga ramah di kantong, mulai dari Rp5.000 sampai Rp30.000, Warung Bagejo membuktikan bahwa makanan, musik, dan pertemanan bisa bersatu di meja makan kecil di pusat jantung Surabaya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan.